Cegah 'Judicial Review', Ferdiansyah Usul Pembahasan RUU TPKS Diperpanjang

09-12-2021 / BADAN LEGISLASI
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ferdiansyah. Foto: Dok/Man

 

 

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ferdiansyah mengusulkan, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar dilanjutkan kembali pembahasannya dalam masa sidang yang akan datang. Hal itu dilakukan guna mencapai kesempurnaan, sehingga ketika sudah diundangkan tidak ada celah dari pihak lain untuk melakukan Judicial Review.

 

“Keberadaan RUU TPKS kita harapkan hadir di tengah-tengah kita sebagai salah satu upaya perubahan hukum yang penting dalam konteks perlindungan korban dan peniadaan tindakan seksual, dalam bentuk hukum pidana khusus di luar komodifikasi. Karena kita ketahui, untuk lebih dapat melakukan penanganan yang lebih baik,” ujar Ferdi dalam Rapat Pleno Panja RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (8/12/2021).

 

Politisi Partai Golkar itu melanjutkan, sikap kehati-hatian perlu dikedepankan guna mengatasi kekerasan seksual. Termasuk dalam memasukkan muatan materi dalam rancangan Undang-Undang TPKS ini. Oleh karenanya, Fraksi Partai Golkar DPR RI akan menerima beberapa audiensi dari para tokoh agama, alim ulama, tokoh masyarakat untuk mendengarkan masukan-masukan dari mereka.

 

“Dari beberapa catatan yang telah kami himpun dan juga telah kami catat selama ini  dan terima kasih  pada pimpinan panja yang selama ini juga telah mengakomodir seluruh lapisan masyarakat untuk dikomunikasikan. Namun ada beberapa hal yang perlu dicatat dan perlu untuk didalami lebih lanjut,” sambung Ferdi.

 

Ferdi menjelaskan, salah satu tujuan pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila. Tentunya sebagai falsafah bangsa, termasuk diantaranya kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Oleh karena itu, menurut Anggota Komisi X DPR RI tersebut, setiap orang harus bebas dari perlakuan yang sifatnya diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut, kekerasan seksual adalah salah satu bentuknya. Diskriminasi berpotensi memperburuk kondisi perempuan, terlebih ketika diskriminasi tersebut menyangkut pada korban perempuan penyandang disabilitas ataupun lanjut usia.

 

“Melihat dari pasal 28i UUD 1945, ditegaskan dalam hal ini prinsip non diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara  yang memastikan bahwa tiada siapapun yang dapat meniadakan hak asasi manusia yang lain karena  faktor faktor yang lain seperti diantaranya ras warna kulit jenis kelamin bahasa agama politik dan pandangan lainnya. Kebangsaan kepemilikan status kelahiran dan lainnya. Artinya bangsa indonesia mengakui adanya kebhinekaan atau keberagaman,” tandasnya. (hal/sf)

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...